Saat itu, kami sedang dalam tugas almamater, mengisi sebuah penampilan korsik dari Drum Corps Gita Swara Buana untuk pelaksanaan upacara di Hari Perhubungan Nasional. Waktu itu inspekturnya Gubernur Jatim, berlokasi di Politeknik Pelayaran Surabaya.
Kami duduk saat itu, pasca acara, berderet sepajang pinggiran lantai pembatas gedung lobi. Ku duduk bersebelahan dengannya, Naufal Hilmi, salah satu seorang sahabat yang ku maksud.
“Naufal!” Kataku,
“Apa kamu tahu halaqoh fal ?” Tanyaku padanya.
“Iya mas Dik, aku tahu halaqoh, kenapa ?” Dia bertanya balik padaku.
“Begini,” Ku sedikit menarik nafas, berbisik dalam hati, mengucap dalam hati bahwa, ya mudah mudahan dia mengerti maksudku.
“Aku, jujur, rindu fal, yang namanya halaqoh, aku dulu sering halaqoh, di SMA, lanjut ke UNESA. Di sini gak ada fal, gimana, kira kira, halaqohmu dulu gimana ?”
“Ya, aku dulu di SMA mas, ngadain halaqoh menjelang sholat Jumat. Beberapa orang kumpul, melingkar dan saling berdiskusi mengenai agama dan hati.”
“Iya fal, sama, aku rindu halaqoh, apa kamu mau fal, kita buat acara halaqoh sendiri fal ? kita ajak teman teman dan adik adik kita, diajak juga yang alumni alumni pondok fal, biar ilmunya dari pondok nanti bisa di share di forum halaqoh. Kan bisa bermanfaat fal ?”
“Bagus mas, setuju banget, aku juga rindu halaqoh, bagus bagus, kapan dimulai mas ? Jumat pagi gimana ?”
“Bisa Fal, boleh, alhamdulillah.”
Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan seseorang yang ‘mau’. Inginku sujud syukur saat itu, inginku meneteskan air mata saat itu. Betapa bahagianya.
************
Sekarang, Alhamdulillah, setelah sebulan, halaqoh berjalan setiap Minggu sekali setiap hari Jumat. Tidak banyak yang ikut, karena memang kamu membatasi supaya halaqoh tidak lebih dari sepuluh orang tiap halaqoh, apabila lebih maka kami buat dalam dua forum. Yang ikut pula, alhamdulillah, teman teman dari alumni pondok juga ada dan mereka juga mau sharing mengenai pengalaman mereka dari pondok, sehingga halaqoh jadi terasa lebih hidup.
ini nih, sahabat sahabat yang ikut dalam acara halaqoh, Ahmad Wildan,
Naufal Hilmi,
Dawam Iqbal,
Jazz Maio Murray,
Alfan Fanani
Alfauzi, RA Rosyid,
dan Muhammad Didik
Wijaya Purnomo (saya) dan juga ada mas Ridwan Mahmudi.
Saya berharap, merekalah sahabat sahabat yang dimaksud oleh Rasulullah dalam
haditsnya sebagai seorang penjual minyak wangi, yang harum minyak wanginya
sampai tercium mengenaiku. :)
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalihah) dan teman yang jahat
adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak
wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya
atau engkau hanya akan mencium aroma harmznya itu. Sedangkan peniup api tukang
besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang
tidak sedap“. (Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)
InsyaAllah.
Komentar
Posting Komentar